home

search

Langkah pertama

  Setelah mengetahui kalau Ryo memiliki bakat luar biasa dalam sihir, keluarganya memutuskan untuk memaksimalkan potensinya. Ayahnya, Kazuki, yang merupakan mantan petualang terkenal, mulai melatihnya ilmu pedang. Sedangkan Siana, guru privatnya, fokus mengajari Ryo pengendalian sihir tingkat lanjut.

  Di umur dua tahun, Ryo sudah bisa membaca huruf dasar dengan lancar. Ayame, ibunya, memperkenalkan berbagai buku sihir yang disimpan di rumah mereka. Tanpa sepengetahuan siapa pun, Ryo mencoba mempraktikkan sihir dengan mengikuti teks di buku itu. Hasilnya, dia berhasil menciptakan bola api kecil tanpa perlu mengucapkan mantra.

  Saat Ryo menunjukkan kemampuannya itu ke kedua orang tuanya, mereka tercengang. Kemampuan semacam ini biasanya hanya dimiliki oleh penyihir kelas atas. Maka dari itu, mereka memanggil Siana Aquafleur untuk menjadi guru pribadinya.

  Di bawah bimbingan Siana, Ryo belajar berbagai dasar sihir—mulai dari elemen air, api, hingga kontrol energi sihir. Siana, yang awalnya menganggap Ryo hanya anak berbakat biasa, mulai menyadari bahwa bakatnya jauh melampaui ekspektasi. Meski begitu, dia tetap tegas dan disiplin dalam mengajarinya.

  "Ryo, jangan gunakan sihir sembarangan," kata Siana suatu hari saat melihat Ryo mencoba menciptakan pusaran air di taman belakang rumahnya. "Kekuatanmu besar, tapi jika tidak terkontrol, bisa membahayakan dirimu sendiri dan orang lain."

  Di sisi lain, latihan pedang bersama Kazuki menjadi ujian fisik yang berat bagi Ryo. Berbeda dengan sihir, ilmu pedang membutuhkan stamina, kekuatan tubuh, dan fokus yang tinggi. Kazuki sering berkata, "Seorang petualang sejati harus menguasai sihir dan ilmu bertarung. Jangan hanya bergantung pada satu kemampuan."

  This book's true home is on another platform. Check it out there for the real experience.

  Waktu terus berjalan, dan Ryo pun tumbuh menjadi anak yang kuat dan cerdas. Di usia delapan tahun, Siana harus meninggalkan keluarga Arata karena dipanggil untuk menjadi penyihir kerajaan. Meski perpisahan itu berat, Siana meyakinkan Ryo bahwa dia sudah cukup kuat untuk melanjutkan pelajaran sihirnya sendiri.

  Namun, pelajaran pedang bersama Kazuki tetap berjalan. Ryo semakin mahir menggunakan pedang dan mengkombinasikannya dengan sihir dasar.

  Beberapa bulan setelah kepergian Siana, Ryo sedang berlatih di hutan dekat rumahnya. Suasana yang biasanya tenang mendadak berubah saat dia mendengar suara gaduh.

  "Oi, makhluk aneh! Pulang aja ke tempatmu!" teriak seorang anak laki-laki.

  Ryo bergegas menuju sumber suara dan menemukan tiga anak laki-laki mengejek seorang anak yang tampak lemah. Anak itu memiliki rambut hijau keperakan, warna yang jarang terlihat di desa mereka.

  "Berhenti!" seru Ryo, berdiri di antara mereka dan anak itu. "Apa yang kalian lakukan itu pengecut. Bertiga melawan satu orang? Memalukan!"

  "Dia bukan manusia normal!" salah satu dari mereka balas berteriak. "Makhluk aneh seperti dia nggak pantas ada di sini!"

  Namun, sebelum Ryo sempat menjawab, salah satu anak itu mencoba menyerangnya. Dengan sigap, Ryo menghindar dan menjatuhkan lawannya dengan satu gerakan sederhana. Dua anak lainnya, yang kini ketakutan, segera melarikan diri.

  Setelah memastikan mereka pergi, Ryo berbalik ke arah anak yang dibela tadi. "Kau baik-baik saja?" tanyanya.

  Anak itu mengangguk pelan. "Terima kasih... Aku Mira," jawabnya dengan suara kecil.

  Ryo terdiam sejenak, memperhatikan wajah Mira. Dia sempat berpikir bahwa Mira adalah anak laki-laki, tetapi setelah melihat lebih dekat, dia menyadari bahwa Mira sebenarnya seorang perempuan.

  "Kau... seorang gadis?" Ryo bertanya dengan ekspresi bingung.

  Mira tersipu dan mengangguk. "Ya, aku seorang elf... Maaf kalau penampilanku membingungkanmu."

  Ryo merasa sedikit malu karena telah salah mengira, tetapi dia segera mengulurkan tangan. "Aku Ryo. Jangan khawatir, aku nggak peduli kau elf atau manusia. Kalau kau butuh teman, aku ada di sini."

  Mira tersenyum kecil, untuk pertama kalinya merasa diterima.

Recommended Popular Novels